Ilustrasi |
FIJ EDISI 27
Salah
satu cara mengantisipasi wabah demam berdarah itu adalah dengan fogging atau
menyemprotkan obat pembasmi nyamuk melalui asap. Secara resmi untuk mendapatkan
pelayanan ini di Dinkeslah yang
tersedia.
Namun
semestinya Dinkes sebagai wadah tempat mengadu soal kesehatan itu diterpa isu
tak sedap. Salah satu kepala desa yang pernah mengajukan fogging ke Dinkes
mengeluhkan pelayanan petugas fogging lapangan tersebut.
Kepala
Desa yang enggan disebutkan identitasnya itu membeberkan perlakuan tidak
terpuji oleh oknum pegawai Dinkes Merangin yang bertugas dilapangan.
‘’Warga
menginginkan agar lingkungan dilakukan fogging agar nyamuk pembawa penyakit
demam berdarah mati. Soalnya di desa kami sudah lebih dari 50 orang terjangkit
demam berdarah, satu orang meninggal,” kata Kades itu.
Dijelaskannya,
untuk bisa mendapatkan pelayanan fogging dirinya telah memenuhi seluruh
persyaratan yang dibutuhkan hingga akhirnya pihak Dinkes memenuhi permintaan
masyarakat itu dengan menerjunkan sejumlah petugas ke desa yang bersangkutan.
Menurut
Kades tersebut, mulanya warga mengira seluruh rumah akan disemprot pengasapan,
ternyata hanya satu rumah pasien dan satu rumah disekeliling rumah itu saja
yang dilakukan pengasapan.
‘’Kami
dengar informasi bahwa pengasapan dilakukan radius 100 meter dari titik rumah
pasien. Namun diluar dugaan, hanya beberapa rumah saja yang dilakukan
pengasapan,” ungkapnya.
Atas
peristiwa itu warga yang lain mendesak agar dirinya (Kades) meminta petugas
melakukan pengasapan juga ke rumah lain dilingkungan tersebut.
‘’Warga
itu khawatir dengan penyakit demam berdarah itu, jadi mereka sangat
menginginkan agar rumah mereka juga turut disemprotkan asap,” jelasnya.
Mulanya,
dikatakan Kades para petugas itu mengatakan bahwa dirinya hanya diberikan tugas
untuk melakukan fogging ke sejumlah rumah saja dari titik rumah pasien. Sementara
obat fogging juga tinggal sedikit. Warga pun meminta agar obat fogging yang
tinggal sedikit itu dihabiskan namun pegawai Dinkes yang datang dengan
menggunakan mobil dinas itu menolaknya.
Setelah
negosiasi antara pemerintah desa dengan petugas tersebut akhirnya diputuskan
bahwa Pemdes akan membeli obat tersebut seharga Rp.600 ribu perliter. Harga
tersebut ditentukan oleh petugas. ‘’Kami beli 2 liter, petugas itu mengantar
sendiri ke kantor desa, kwitansinya ada sama saya untuk laporan Desa,” singkat
Kades itu.
Yang
janggal, diutarakan kades tidak ada label pada botol yang menjamin kualitas obat
fogging tersebut. Juga tidak ada faktur pembelian barang baik dari Dinkes
maupun apotik atau tempat sejenisnya yang biasanya menjual obat fogging.
‘’Kami
terima botol polos dengan isi cairan sebanyak satu liter perbotol. Ketika kami
minta faktur pembelian mereka bilang tidak ada. Kamipun membuat kwitansi sendiri,
ketika meminta mereka menandatangani mulanya petugas itu tidak mau tapi
akhirnya mau juga tandatangan. Itukan untuk laporan pengeluaran pemdes,”
terangnya.
Kades
itu juga mengakui, kecurigaan atas obat tersebut tidak terlalu dipersoalkan.
Pasalnya warga mendesak ingin lingkungan mereka segera dilakukan pengasapan
fogging.
‘’Bagi
kami asalkan obatnya ada itu sudah untung. Perkara mereka mau mendapatkannya
dari mana itu bukan urusan kami. Dan lagi setahu saya bukan saja desa kami yang
membeli obat fogging, ada juga desa tetangga yang sama membelinya,” pungkas
Kades itu.
Sementara
itu Kepala Dinas Kesehatan (Kadis Dinkes) Solahudin menjelaskan bahwa untuk
saat ini diberlakukan sistim atau peraturan yang ketat jika ada warga yang
menginginkan agar lingkungan mereka dilakukan pengasapan fogging. Soalnya Dinas
Kesehatan tidak lagi menganjurkan proses fogging tersebut karena berdampak bagi
kesehatan manusia.
‘’Jika
sering dilakukan fogging, ok lah
nyamuknya mati tapi kita juga harus fikirkan imbasnya kepada kesehatan
manusia,” ungkap Solahudin Via ponselnya.
Dia
juga mengatakan bahwa khusus obat fogging tidak boleh dijual bebas dipasaran, hanya
Dinkes yang boleh menyalurkannya dengan sistim yang ketat sesuai prosedur dan
obat tersebut tidak dipungut biaya.
‘’Jika
satu wilayah telah memenuhi prosedur untuk mendapatkan pelayanan fogging maka
semua biaya obat hingga biaya operasional petugas, Dinkeslah yang menanggungnya, ,” katanya. (dede/topan)