Judul : Puber Ke-Dua
Karya : Topan Bohemian
Hari
ke 1
Siang
itu, matahari tepat diatas kepala. Butir-butir peluh rata menyesak keluar dari
rongga kulitku. Sesekali aku menyeka. Kedua bola mataku masih tak lepas dari
satu pandangan. Ini tentang dia, gadis yang ku puja, setidaknya gadis yang baru
tiga menit ini ku puja. Hingga akhirnya dia berlalu... aku terpaku.
‘’Ah,
besok akan kuulangi lagi,” niatku dalam hati.
Malamnya
aku tak nyaman memejamkan mata. Sosok bayang gadis yang ku jumpa siang itu
bermain-main dalam lamunan. Sesekali aku tertawa kecil. Bergumam pasrah. Ah...
hingga akhirnya aku terbangun pada paginya.
Hari
ke 2
Pagi
itu keceriaan dan semangatku melimpah. Tak sabar aku mengulangnya kembali,
menatap wajah teduh gadis yang ku puja. Berfantasi. Aku bergegas...
Ditemani
hasrat aku menunggu. Setia menunggu meskipun dia tak tahu. Hingga matahari
tepat diatas kepala, butir-butir peluh rata menyesak keluar dari rongga
kulitku, kejadian yang sama terulang kembali.
Tak
berapa lama gadis itu muncul dari keramaian remaja seusianya. Sama seperti
kemarin, dia mengenakan seragam putih abu-abu. Bedanya pada warna pita yang
menghiasi rambutnya.
Wajahnya
tetap teduh seperti kemarin mengalahkan panas sinar matahari. Sesekali dia
menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesekali juga dia berbicara dengan
teman-temannya. Sempat jantungku berhenti berdetak, tumbuh rasa cemburu.
‘’Hei,
bengong... ayo kerja,” kata seorang teman seraya menepuk pundakku. Aku sangat
terkejut sampai-sampai helm yang kupegang jatuh ke trotoar.
Ku
ambil helm yang jatuh itu, ketika berdiri bukan main aku terkejutnya. Gadis
yang ku puja berdiri tepat dihadapanku. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku
gagap. Aku tertegun. Aku kagum. Dia tersenyum. ‘’Masya Allah,” gumamku.
Hari
ke 3
‘’Semalam
parah, Aku teringat terus dia,” ungkapku melalui tulisan status di facebook.
Ya, meskipun aku sering menulis status namun tidak pernah ada yang
mengomentari. Huh, rasanya aku benar-benar sendiri di dunia ini.
Tapi
memang benar, semalam aku teringat terus dirinya. Guratan raut muka membentuk
lengkung senyumnya menempel didalam kornea mataku. Susah memejamkan mata,
hasilnya aku bangun kesiangan.
Seperti
hari pertama dan kedua, aku setia menunggu meskipun dia tidak tahu. Tak berapa
lama, tepat dugaan waktu yang kutentukan dia muncul dari kerumunan rekan
sebayanya. Mereka bercengkerama.
Ditempat
yang sama, ku nikmati pesonanya. Berfantasi, hingga yang kulihat hanya diriku
dan dirinya. Segumpal awam putih tutupi matahari, siang itu berwujud fajar. Angin
sepoi gerakkan ujung rambut. Dia mendekat, dia mendekat, dia mendekat... hingga
tepat didepanku.
Lirih
suaranya masuk ke telingaku. Dia bertanya, aku tak menjawab. Aku gagap. Sungguh
aku tak tahu apa yang ditanyakannya, padahal belasan kata yang diucapkannya
merasuki aku. Aku hanya mengangguk setuju. Aku hanya sibuk menikmati harumnya,
aku gila akan kecantikannya.
Semburat
biru muda tiba-tiba. Entah bagaimana aku dan dia kini berada diatas kereta,
berjalan meniti pelangi tanpa akhir hujan. ‘’Masya Allah, kecantikannya
kalahkan indahnya alam,” masih dalam gumamku. Hingga dia turun dari kereta,
tersenyum padaku seraya memberikan pita warna ungu. Aku tinggalkan dia, aku
bahagia. Akan ku ulangi lagi besok...
Hari
ke 4
Perjalanan
kami kemarin terbingkai rapi di hati, tepatnya hatiku. Pita warna ungu yang
diberikannya ku rekatkan di cermin kamar, pagi tadi. Hari ke empat ini pun aku
masih mengulangi kembali seperti hari pertama, kedua dan ketiga. Setia menunggu
dirinya meskipun dia tidak tahu.
Setangkai
mawar terselip dijari tanganku. Ku sembunyikan dipunggungku. Sesosok tubuh
semampai masih berdiri seberang jalan sana. Lalu lalang kendaraan
berlomba-lomba ingin sampai tujuan.
Kuberanikan
diri menyapa, dia menoleh padaku. ‘’Aduhai lembutnya wajah itu,” gumamku. Ku
panggil lagi dia, gadis yang bagi ku tak memiliki nama. Dia mengangguk, dia
melangkah kearahku. Menyeberangi aliran kendaraan-kendaraan beraneka jumlah
roda. Dia seperti putri cinderella yang pernah ku tonton. Mataku tak sedikitpun
berkedip, menikmati indah dirinya, gadis yang tak pernah ku tahu siapa namanya.
Tiba tiba... ‘’Awasss...” teriak seseorang dari kejauhan, membuyarkan
lamunanku...
Hari
ke 5
Tiga
batang puntung rokok jatuh dari jepitan jari tanganku. Sejak Jam 7 pagi aku
telah berdiri disini. Masih menantinya, gadis yang tak kutahu siapa namanya.
Namun
kali ini bukan hanya aku yang menanti, satu persatu orang yang tak ku kenal
juga menanti kedatangannya. Kami berkerumun, aku orang asing.
Tak
berapa lama sirine mobil terdengar mendekat, mobil yang bagi sebagian orang
takut bila menjadi penumpangnya. Sementara dibelakang mobil itu rombongan
pengantar jenazah mengiringi. Ya, yang aku tunggu sekarang adalah jenazah gadis
itu, gadis muda belia yang empat hari ku puja. Dia mengalami kecelakaan saat
menyeberang jalan kemarin. Tapi bukan ke arahku, selama ini aku saja yang
berfantasi.
Mobil
jenazah berhenti, orang-orang cekatan mengeluarkan jenazah dan menggotongnya ke
liang kubur. Aku tidak menolong, aku hanya melihatnya dari luar pagar, sesekali
ku seka peluh yang mengucur tak rata. Dan tentu saja aku sedih, setidaknya
mataku pun turut berkaca-kaca, tapi ku sembunyikan dalam helm. Dan aku pergi...
Hari
ke 6
‘’Bang,
sudah lima hari pendapatan abang kurang, lebih giat lagi lah bang, beras sudah
mau habis,” kata istriku pagi itu. Aku menghela nafas dalam, mengangguk.
Bergegas
aku ke kamar, pita warna ungu yang merekat di cermin ku lepas, ku buang. Lalu
aku pamit kepada istriku, mataku berkaca-kaca melihat wajahnya, wajah istriku
yang sebagian bergaris-garis. Dan aku pun lupa kalau wajahku juga mengalami hal
yang sama.
Aku
terharu, ku kenang kembali kesetiaannya selama ini mendampingiku. Memberikan
kasih sayang kepadaku, anak-anak dan juga dua orang cucu kami.
Ya,
umurku sekarang hampir 60 tahun, istriku dua tahun lebih muda. Soal gadis belia
yang empat hari kupuja, aku akan melupakannya. Ku anggap puber ke dua. Aku akan
kembali ke aktifitas ku selama ini, pekerjaan yang menghidupi keluarga kami
selama ini. Mencari penumpang, menjadi raja dijalan raya. Ngojek...(*)
*Cerita
ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan peristiwa, tidak ada unsur
kesengajaan.