FIJ Edisi 24
Ilustrasi |
Marliyos : Bukan
hanya proyek TIK. Seluruh Kebijakan Di Dinas Pendidikan diatur Jamaluddin
Joko : Pak Jamaluddin
berperan aktif dalam proyek TIK. Dia seharusnya juga menjadi tersangka
M Isya : Saya
merasa dizolimi. Apa beda saya dengan kepsek yang lain. Jika saya tersangka
maka seharusnya 22 Kepsek yang lainnya juga jadi tersangka.
Merangin:FIJ-
Pasca ditetapkan tiga orang tersangka kasus Bantuan Sosial (Bansos) melalui
program pengadaan Alat Tehnologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh Kejari Bangko, Rabu 12
Agustus 2015 lalu. Marliyos, Joko Wahono dan Muhammad Isya mulai angkat bicara.
Tim Fokus
Info Jambi (TFIJ) berhasil mengorek keterangan dari ketiga tersangka tersebut
secara eksklusif. Dari hasil wawancara itu pada intinya mereka merasa dijadikan
tumbal oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) aktif, Jamaluddin.
Kepada TFIJ,
Marliyos yang menjabat sebagai Kasi Bina SD berkeluh sangat tidak nyaman dengan
status tersangka yang disandangnya. Bahkan untuk keluar rumah pun merasa enggan
‘’Status
tersangka ini membuat saya risih. Seolah-olah orang memperhatikan saya,” ungkap
Marliyos.
Marliyos
mengaku heran kenapa dirinya ditetapkan sebagai tersangka sementara jabatannya
hanya sebagai Kasi Bina SD di Dinas Pendidikan (Disdik) Merangin.
‘’Jabatan
saya apa di Dinas Pendidikan itu. Hanya Kasi dan wewenang saya terbatas. Kenapa
saya ditetapkan jadi tersangka,” keluhnya.
Diungkapkannya,
sejak ditetapkan sebagai tersangka dirinya tidak pernah menerima perhatian dari
Jamaluddin selaku atasannya. Sementara aksi koordinir kepala sekolah untuk
membeli produk TIK kepada Joko atas perintah Jamaluddin.
‘’Awal
turunnya proyek TIK, Kami bertiga (Jamal, Marliyos, Joko) mengadakan pertemuan.
Saat itu pak Jamal mengatakan kepada saya untuk mengarahkan kepala sekolah
membeli alat TIK kepada Pak Joko,” ungkap Marliyos seraya mengulang kembali
perkataan Jamaluddin.
Atas dasar
pernyataannya itu, Marliyos mengaku berani berhadapan langsung di depan pihak
Kejaksaan untuk memberikan klarifikas yang sesungguhnya.
‘’Saya siap
berhadapan langsung ke kejaksaan dengan Pak Joko dan Pak Jamal,” tantang
Marliyos.
Ketika
ditanyakan adakah peran mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Merangin,
Sukarni Karim dalam permasalahan itu, Marliyos menjawab posisi Sukarni Karim
tidak terlalu berperan aktif.
‘’Setahu
saya Pak Sukarni Karim tidak terlalu terlibat dalam persoalan ini,” jawabnya.
Dalam
perbincangan itu, Marliyos sempat mengutarakan pernyataan yang mengejutkan
bahwa seluruh kebijakan di Disdik Merangin dipegang oleh Jamaluddin.
‘’Jujur yang
punya peran otak adalah Jamal. Segala proyek, jabatan dan segala kebijakan
lainnya, siapapun Kepala Dinasnya, Jamal yang menjadi bupatinya,” ungkap
Marliyos.
Atas
permasalah ini, Marliyos mengaku tidak sanggup mengganti temuan yang nilainya
ratusan juta itu. Karena dia tidak menikmatinya.
‘’Saya tidak
sanggup jika harus mengembalikan temuan kerugian negara itu. Karena saya tidak
menikmatinya,” tutup Marliyos.
Berbeda dengan
Marliyos, Joko Wahono seorang yang dituding sebagai pihak ke-tiga mengatakan
peran Sukarni Karim dalam proyek pengadaan alat TIK cukup berpengaruh.
Pasalnya, diakui Joko, Sukarni pernah meminta jatah keuntungan dari proyek
tersebut kepada dirinya.
Joko
menceritakan, saat alat TIK yang dipesan baru tiba di Bangko, Sukarni menelpon
dirinya menyuruh menitipkan sesuatu kepada Jamaluddin untuk kelak diserahkan
kepada Sukarni
‘’Pak Joko,
nanti titipkan saja sama Pak Jamal ya,” kata Joko seraya mengulang kembali
pembicaraannya dengan Sukarni Karim melalui telepon genggam.
‘’Lantas
saya jawab sabar dulu pak, ini lagi sibuk ngurus distribusi barang ke sekolah,”
tambah Joko.
Kembali pada
awal kisruh proyek alat TIK, Joko membeberkan secara eksklusif kepada TFIJ.
Dipaparkannya,
awal mula proyek senilai Rp. 1.2 milyar lebih itu berjalan lancar. Namun
setelah masuk Kabid Dikdas, Jamaluddin seluruh sistem yang dibentuk mulai
kacau.
‘’Saya dapat
diskon 36 persen dari perusahaan dari total jumlah anggaran. Dari 36 persen itu
dibagiikan ke kepala sekolah 7 persen, 12 persen diberikan ke Diknas, 11.5
persen untuk pajak dan 5.5 persen untuk saya dan dua orang perantara yang
berdomisili di jambi yakni Jon dan Hadi,” paparan Joko.
Menurut
Joko, dari angka 12 persen untuk Diknas mendapatkan bagian sekitar Rp.150 Juta.
Angka 7 persen untuk kepala sekolah itu maka tiap kepala sekolah menerima Rp.4
juta. Sementara keuntungan yang dia terima hanya Rp.13 Juta.
‘’Untuk
proyek Rp.1,2 milyar saya hanya mendapatkan Rp.13 juta,” tuturnya.
Namun
sebelumnya, diumbarkan Joko proyek tersebut sempat hampir batal diberikan
kepada Joko. Pasalnya Jamaluddin meminta agar diskon 36 persen tersebut
diberikan sebelum pemotongan pajak.
‘’Ini yang
menyakitkan, seharusnya kan keuntungan bisa dibagikan setelah pemotongan pajak.
Namun pak Jamal menginginkan agar 36 persen itu sebelum dipotong pajak. Maka
otomatis saya dan dua orang rekan di Jambi menanggungnya,” cerita Joko.
Menurut joko
jamal ingin fee diberikan sebelum hitungan pajak dengan harapan keuntungan
lebih besar sementara joko ingin setelah penghitungan pajak atas perintah orang
jambi.
Merasa
keberatan akhirnya Joko langsung menghubungi pihak oknum di pusat. Bila
keinginan orang Diknas seperti itu. Joko merasa bisa tumbang masalahnya dari
5.5 persen itu harus dibagi tiga lagi yakni dirinya, Jon dan Hadi.
‘’Ujung
ujungnya pihak kami mengalah dan mengikuti kehendak pak Jamal itu,” terangnya.
Melalui Marliyos,
Joko meng-iyakan permintaan Jamal. Apalagi dengan ancaman Jamal yang akan
memberikan proyek TIK tersebut kepada orang jambi (pihak yang lain)
‘’Jika kami
tidak menuruti kehendak Jamal, maka proyek itu akan diberikan kepada pihak
lain,” kata Joko.
Sementara
itu, diungkapkan pria hitam manis itu proses penyetoran ke Dinas Pendidikan
dilakukan oleh sejumlah orang yakni Muhammad Isya dari SDN 253 Bangko, Len dari
SDN 01 Bangko dan Dewi dari SDN 282 Bangko.
‘’Setahu
saya Pak Isya, Bu Len dan Bu Dewi memotong dana dari kepala sekolah untuk
disetorkan ke Dinas Pendidikan melalui Marliyos atas perintah Jamaluddin,” kata
Joko.
Sama dengan
Marliyos, Joko juga merasa dijadikan korban atas penetapan status tersangka
oleh pihak Kejari Bangko. Pasalnya dirinya hanya sebatas makelar penghubung
pihak Jambi sebagai penyedia barang dan Dinas Pendidikan Merangin.
‘’Tidak ada
tandatangan kontrak sama sekali antara saya dengan pihak Diknas dan orang jambi
itu,” tegasnya.
Namun Joko
mengaku kesalahan ada pada saat menandatangani kwitansi penyerahan uang dari
kepala sekolah untuk pembelian barang. ‘’Itukan sebenarnya wajar, toh mereka menerima barang dan sebagai
bukti ada kwitansi yang saya berikan. Namun itu dijadikan alat bukti untuk
memojokkan saya,” tuturnnya.
Menurut joko
seharusnya yang jadi tersangka adalah pihak orang jambi selaku penyedia barang dan
23 kepala sekolah selaku pengguna anggaran terutama kabid dikdas (Jamaluddin)
dan mantan Kadis Pendidikan Merangin Sukarni Karim yang juga menikmati fee
proyek tersebut.
‘’Saya ini
hanya makelar. Jamal berperan dalam sistim membuat deal,” tambahnya.
Sejak
ditetapkan sebagai tersangka, dikatakan Joko, Jamaluddin mulai menjauh dan
tidak ada sekalipun perhatian kepada dirinya. ‘’Saya telpon tidak pernah
diangkat, bahkan saya sempat menduga-duga ada kedekatan khusus antara Jamal dan
pihak penyidik,” kata Joko.
‘’Bahkan
saya sempat mengirimkan SMS kepada Jamal yang berbunyi, Yang bakal dikurung tu aku pak....tolong pengertian. Namun juga
tidak dibalas,” keluh Joko
Sebenarnya, Joko
menginginkan tidak ada satupun personal
yang terkena sandung dalam persoalan ini baik itu kepala sekolah, Pihak Jambi,
Orang Dinas Pendidikan dan juga dirinya.
‘’Penanggung
jawab laporan (SPJ) itu adalah pihak Jambi yang membuatnya. Jika dulu tidak
siap membuat laporan saya pasti tidak mau ambil resiko,” tambahnya.
‘’Yang jelas
saya tidak mau dijadikan korban sendiri, jika memang adil dan mengikuti aturan
maka semua yang terlibat didalam proyek ini juga harus menyandang status
tersangka. Biar sama-sama kita dipenjara,” tutup Joko.
Sementara
itu, Muhammad Isya sangat tertekan dengan status tersangka yang disandangkan
kepadanya. Pria yang dikenal sebagai orang
lurus (tidak pernah terlibat kasus) itu mengaku sempat sakit karena
permasalahan ini. Namun karena merasa dizolimi, Isya akhirnya berani angkat
bicara.
‘’Sangat
tidak wajar saya ditetapkan sebagai tersangka,” kata Isya.
Dia mengaku
tidak mengetahui apa-apa tentang koordinasi kepala sekolah karena apa yang dia
terima dari fee proyek TIK jumlahnya sama saja dengan apa yang diterima para
kepala sekolah lain penerima bantuan dari Dirjen Mendikbud RI
itu.
‘’Saya hanya menjalankan perintah dari atasan saya yakni
pihak Dinas Pendidikan Merangin,”
Yang jelas, diungkapkan Isya dirinya tidak terima jika
dijadikan tersangka hanya sendiri saja. ‘’Jika saya tersangka maka 22 orang
kepala sekolah yang lainnya itu juga harus dijadikan tersangka. Apa bedanya
saya dengan mereka. Perihal mengembalikan uang fee ke pihak kejaksaan juga saya
lakukan,” tuturnya.
‘’Bukan hanya itu, seharusnya bukan kami saja yang dijadikan
tersangka, namun atasan kami juga harus menyandang status yang sama,” tutupnya.
Sementara itu, terkait tudingan yang mengarah kepadanya kabid
Dikdas Disdik Merangin aktif Jamaluddin, hingga berita ini ditulis tidak bisa
dimintai klarifikasinya. Bahkan ketika TFIJ menghubungi tiga nomor yang biasa
digunakannya bernada tidak aktif.
Kasus ini
mencuat ke publik setelah adanya laporan dari masyarakat atas kecurangan dalam
pengelolaan dana Bantuan Sosial (Bansos) tahun 2014 untuk 23 Sekolah Dasar di kabupaten Merangin yang
dikucurkan dari Dirjen Mendikbud RI sebesar 1,2 milyar.
Sementara itu penetapan tiga orang tersangka yakni M, MI dan
JW oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangko dilakukan pada , Rabu 12 Agustus 2015 dihadapan
sejumlah awak media Merangin yang dihadiri oleh Kepala
Kejari Bangko Sri Supartini, didampingi Kasi Pidsus Agus dan Kasi Intel
Ftansisco Tarigan.
Menurut pihak Kejari Bangko yang diwakili Fransisco Tarigan untuk menetapkan tersangka pihak Kejari Bangko
telah mengantongi setidaknya dua alat bukti. “Tersangka M aktif ikut
mengkodinir dan pengarahkan kepala sekolah penerima bantuan Bansos untuk
mengambil barang pada pihak ketiga. Sedangkan tersangka MI sebagai kordinator
kepala sekolah sebagai penerima bansos untuk mengambil barang di satu tempat. Sedangkan
untuk tersangka JW sebagai pihak ketiga, menyediakan barang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak. Akibatnya negara dirugikan
mencapai ratusan juta rupiah. Bansos seharusnya swakelola,namun di pihak ketiga
kan, dan barang yang datangkan oleh pihak ketiga tidak sesuai juknis, Meski
ketiga tersangka saat ini belum ditahan, namun ketiganya dikenakan pasal
tentang korupsi yakni pasal 2 dan pasal 3 junto 55 UU Pemberantasan Korupsi
Tahun 2001, ungkap Fransisco. (tim)