FIJ Edisi 25
Ilustrasi |
Pembangunan
Gedung bertingkat SMKN 1 Merangin pada tahun 2012 lalu ternyata menimbulkan
permasalahan yang sangat serius. Bangunan yang menelan dana lebih dari satu
milyar itu kondisinya saat ini riskan kenyamanan dan keamanan siswa maupun guru
yang sehari-hari beraktifitas disitu.
Tim
Investigasi fokus info Jambi (TIFIJ) cukup kesulitan dalam mencari data yang
akurat dalam pengerjaan proyek ini. Seperti ada semacam kongkalikong sejumlah
pihak yang terlibat untuk menutup-nutupi persoalan tersebut. Bahkan tidak
jarang pihak yang TIFIJ tanyakan memberikan data palsu, namun TIFIJ terus
mencari kevalidan data demi informasi yang FIJ berikan ke masyarakat tidak
membias.
Bahkan
ada sejumlah pihak yang mau memberikan keterangan namun memohon tidak
membocorkan identitasnya. Hal itu cukup beralasan dan bisa dipahami.
Pihak
sekolah mengaku sejak didirikan pada 2012 lalu, hanya ruang bawah saja yang
digunakan sebagai tempat aktifitas belajar mengajar. Sementara di ruang lantai
dua tidak digunakan sama sekali.
Kondisi
itu diperparah dengan fisik yang telah mulai rapuh dalam artian banyak
keretakan disejumlah sudut bangunan seperti keramik tangga menuju lantai dua
yang banyak bolong, selop coran penahan lantai dua bengkok, keretakan disudut
dinding, dan sejumlah permasalahan lainnya.
Jika
saja bangunan itu telah berusia diatas 10 tahun, tentu masih bisa dikatakan
wajar termakan usia mengingat batas waktu usia bangunan standar adalah 20
tahun. Ironisnya bangunan tersebut baru berusia sekira 3 tahun. Tentu
permasalahan tersebut mengundang banyak tanya. Apakah memang terjadi gagal konstruksi
oleh kontraktor sebagai pengolah anggaran dan yang membangun ataukah lemah
pengawasan ataukah perencanaan yang salah.
Berbagai
pertanyaan bisa saja dilayangkan ke fisik bangunan tersebut. Namun yang lebih
berarti adalah dengan permasalahan ini negara dirugikan milyaran rupiah.
Dan
yang lebih anehnya lagi, sejak persoalan tersebut terendus media lokal, dengan
sigapnya pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jambi dalam hal ini pengguna
anggaran (PA) turun ke lokasi dan langsung menganggarkan dana penguatan
bangunan.
Sementara
itu dana penguatan tersebut hingga saat ini belum diketahui dari mana
bersumbernya. Sejumlah pihak yang dihubungi mengaku tidak mengetahui sumber
dana tersebut, bahkan Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK) yang saat itu
bertanggung jawab terkesan tidak menghiraukan dan menjawab berbelit belit.
Toh tidak mungkin
dana penguatan tersebut dirogoh dari kantong pribadi kecuali memang ada
kepentingan disitu.
Dan
yang cukup menghebohkan adalah rencana penguatan tersebut diinformasikan akan
dibuat tiang penyangga di tengah ruangan. Cukup lucu...Dan jika itu terjadi
maka tentu saja akan ada pengurangan jumlah siswa yang belajar didalam ruang
kelas itu.
Tidak
hanya itu, persoalan gagal konstruksi (jika boleh disebut demikian) ternyata
dari awal telah diketahui. Dan entah bagaimana ceritanya akhirnya terbitlah “Berita Acara Hasil Pemeriksaan Bersama”
yang ditandatangani oleh 5 orang yaitu Drs.Weihan Bahrum,M.Pd sebagai PPTK,
Ir.Nurhadi Mulyo An.Konsultan Pengawas, H.Zaidan Ismail,S.Hi sebagai Kontraktor
Pelaksana, Asnaf,S.Pd sebagai Kepala SMKN 1 Merangin dan M.Rustam,S.Pd.MM dari
Dinas Pendidikan Merangin sebagai Saksi.
Kejanggalan
dalam berita acara itu adalah tidak lengkapnya nama perusahaan dalam hal ini
pihak ke tiga atau rekanan yang mengerjakan proyek, tidak ada stempel
perusahaan, PPTK dan Konsultan Pengawas.
Ada
2 poin isi dari Berita Acara Hasil Pemeriksaan Bersama yang dikeluarkan di Merangin,
tanggal 23 Desember 2013 itu. Yaitu, 1) Struktur Konstruksi sesuai dengan
spesifikasi dan gambar perencanaan. 2) Goyang dilantai 2 masih dalam batas
wajar dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Fokus
point ke dua, bisa diterjemahkan bahwa PPTK, Konsultan Pengawas, Kontraktor
Pelaksana, Kepala Sekolah dan Saksi sudah mengetahui adanya kesalahan dalam
pembangunan RKB tersebut. Jadi wajar saja jika pihak sekolah menolak RKB
tersebut untuk digunakan sebagai fasilitas kegiatan belajar mengajar. Meski
demikian, pihak kontraktor tetap bersikeras jika bangunan tersebut tidak
membahayakan dan dalam batas kewajaran. Pertanyaannya jika lantai bergoyang
memasuki batas kewajaran lalu seperti apa yang tidak wajar?
Kebobrokan
proyek tersebut tidak hanya sebatas fisik bangunan. Juga masalah tertib
adminstrasi yang tidak profesional serta tidak mengindahkan nilai etika seperti
tidak adanya serah terima maupun koordinasi antara Dinas Pendidikan Provinsi
kepada Dinas Pendidikan Kabupaten. Sementara ketika proyek bermasalah,
Pemerintah Kabupaten ikut repot dibuatnya. Bahkan Sekda Merangin, Sibawaihi
ketika dihubungi TIFIJ mengatakan selama ini memang terjadi persoalan itu yakni
proyek dari Provinsi atau pusat langsung saja masuk ke lokasi tanpa permisi
dengan Pemerintah Kabupaten.
Memperbaiki
kesalahan dengan membangun komponen bangunan yang rusak merupakan hal yang
wajar. Namun bagainana dengan Unsur perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukan.
Berdasarkan
Pasal 1365 KUH Perdata, suatu perbuatan dikatakan merupakan suatu perbuatan
melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur: a. Perbuatan; b. Perbuatan tersebut
melawan hukum; c. Ada kesalahan; d. Ada kerugian dan; e. Terdapat hubungan
kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Perbuatan,
Unsur perbuatan sebagai unsur yang pertama dapat digolongkan dalam dua bagian
yaitu perbuatan yang merupakan kesengajaan (dilakukan secara aktif) dan perbuatan
yang merupakan kelalaian (pasif/tidak berniat
melakukannya).
Kesalahan,
pihak yang terlibat dalam proyek RKB harus bertanggung jawab untuk akibat yang
merugikan yang terjadi karena perbuatannya yang salah.
Kerugian,
Pasal 1365 KUH Perdata menentukan kewajiban pelaku perbuatan melawan hukum
untuk membayar ganti rugi. Dalam hal ini yang lebih besar dirugikan selain
siswa dan guru yang dirugikan adalah Negara Indonesia karena dana yang
dikucurkan berasal dari APBD Provinsi Jambi.
Lalu
siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap persoalan ini. Meskipun belum
terbukti bersalah, namun karena ada kasus dan diindikasikan merugikan uang Negara
maka bisa saja dikaitkan dengan dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.
20 Tahun 2001 yang berbunyi "setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)”.
Pasal
3, Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sementara
jika dikaitkan dengan keteledoran Pengawas proyek membiarkan Perbuatan curang juga
termasuk dalam korupsi. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk
korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pengawas bangunan
atau pengawas penyerahan bahan bangunan; 2. Membiarkan dilakukannya perbuatan
curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan; 3.
Dilakukan dengan sengaja;
Penggalian
pasal demi pasal serta pembuktian ada tidaknya unsur tindak korupsi dari proyek
RKB SMKN 1 Merangin merupakan tugas dari penegak hukum di negeri ini.
Kita
sama-sama berharap kasus ini bisa diselesaikan dengan hukum yang berlaku. Tidak
cukup hanya meminta maaf. Salam redaksi FIJ. (Tim).