Giono petani jagung berasal dari Spb Bunggo Antoi mengatakan karena mahalnya biaya operasional dilapangan sehingga para petani tidak mampu menanam bibit jagung tersebut.
‘’Yang mampu menanam hanya petani kaya saja, petani yang miskin seperti saya ini untuk makan saja susah apalagi untuk bayar sewa jonder (traktor pengolah tanah) untuk pengolahan tanah,” ujar Giono.
‘’Memang kita petani dapat bantuan bibit dan obat hama secara gratis. Tapi biaya operasional sewa jondernya yang kita anggap tidak berpihak kepada petani, satu hektar biaya sewa jonder kita harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 1.500.000.
Itu juga kita belum tahu apa nanti jagungnya bisa menghasilkan apa tidak,” tambahnya.
Menurut Giono, dirinya beserta petani yang lain pernah meminta keringanan pembiayaan kepada PPL yang bernama Agung, namun tidak diindahkan.
‘’Kami minta sama Pak Agung kalau bisa bayar sewa jondernya itu separuh dulu. Sisanya dibayar setelah panen tapi Pak Agung tetap bersikukuh harus bayar ful yaitu Rp.1,5 juta,” tuturnya.
Dihubungi via telepon, Agung PPL mengakui memang sewa jonder dipatok Rp.1,5 juta. Agung juga menyatakan harga itu lebih murah dari harga yang telah ditetapkan Pergub.
‘’Kalau mengikuti Pergub harga sewanya Rp.1,8 – Rp.2,5 juta. Harga Rp.1,5 juta itu sudah murah, bahkan itu sifatnya bantuan kita kepada petani untuk mengolah tanahnya. Memang ada yang mendatangi saya dan meminta pembayaran dua kali. Itu sulit terlaksana karena harga itu termasuk minyak 2 galon sampai 3 galong sesusai kondisi lahan, biaya operasionalnya. Biaya operatornya, belum lagi biaya perawatan dan kalau ada kerusakan,” tutup Agung. (*)
Reporter : GondoIrawan
Redaktur : TopanBohemian.