Merangin | FIJ : Jarak 20an
kilometer dari Kota Bangko menuju Simpang Margoyoso tidak menyurutkan niat kami
(Tim FIJ) bertemu dengan Mantan Bupati Merangin, Dr. H. Nalim, SH. MH. Meskipun
jam menunjukkan pukul 20:00 WIB kami tetap melajukan kendaraan membelah malam,
berusaha menepati kesepakatan sore hari sebelumnya.
Kami
tiba di sebuah rumah mantan pejabat Merangin, Munte. Di lokasi itulah
kesepakatan awalnya kami akan bertemu dengan mantan orang nomor satu di
Merangin itu. Ironisnya situasi rumah Munte saat itu sepi. Kami pun berusaha
menghubungi Nalim kembali melalui sejumlah orang yang kami yakin tahu
keberadaan Nalim saat itu. Akhirnya kami mendapatkan informasi bahwa Nalim saat
itu tengah berada disebuah acara di Rantau Panjang.
Jam
telah menunjukkan pukul 21:15 WIB. Kami sepakati untuk menunggu saja, soalnya
jarang ada kesempatan bisa bertatap muka dengan Nalim karena aktivitasnya yang
padat.
Kami
bertiga duduk menunggu di sebuah tempat makan pecel lele di simpang Margoyoso,
rinai hujan menemani. Hingga pukul 23:00 kami mulai resah. Godaan pulang ke
Bangko muncul dengan sendirinya, sejak detik itu kami mulai intens meminta
informasi kapan Nalim akan pulang, dari orang kepercayaannya, dan kami menerima
informasi Nalim segera pulang dan akan meluangkan waktunya untuk kami.
Sekitar
pukul 00:00 WIB, mulanya sebuah mobil Toyota Fortuner mulai mendekati. Dugaan
kami didalam itulah Nalim berada. Tidak berapa lama kemudian sejumlah mobil
berbagai merek mulai muncul dan berhenti di depan pecel lele.
Dari
dalam Fortuner, muncul sosok Nalim didampingi Akhmad Bastari, mantan Kepala
Dinas Pendidikan Merangin, seorang yang terkenal sangat loyal kepada Nalim. Bukan
hanya Akhmad Bastari, sejumlah tokoh juga mulai berdatangan memenuhi meja pecel
lele tersebut.
Meski
terlihat lelah namun Nalim menerima sambutan kami dengan antusias. Seraya turun
dari mobil menuju meja yang telah kami siapkan, dengan langkah tenang Nalim
berjabat tangan dengan sejumlah warga yang kebetulan ada di tempat itu.
‘’Apa
kabar Dindo?,” Tanya Nalim kepada kami. Suasana akrab.
Dalam
percakapan kami, Nalim lebih banyak membicarakan tentang agama dan sosial karena
saat ini aktivitas Nalim lebih cenderung pada bidang itu.
‘’Selain
memberikan seminar, aktivitas saya selama ini lebih pada kegiatan sosial,” jawab
Nalim takkala kami menanyakan apa saja aktivitasnya selama ini.
Kami diberikan keleluasaan bercengkrama
dengan Nalim. Melacak dan mengenang nostalgia tak kala kepemimpinannya di
Merangin.
Bagi saya sendiri momen itu saya
manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Menatap kedalam gurat wajahnya yang lelah
namun tegar. ‘’Ya, inilah sosok Nalim hadir ke Merangin sebagai warga, bukan
pejabat. Saya bangga bisa berdekatan dengannya,” gumam saya di hati.
Disela percakapan saya sempat gagap
ketika Nalim bertanya kepada saya berapa orang putra saya sekarang ini. Mungkin
saja bagi kebanyakan orang pertanyaan itu dianggap basa-basi belaka. Namun bagi
saya itu adalah pertanyaan yang bersimpati. Apalagi Nalim fasih memanggil nama
saya.
Sejenak memori saya terbang ke masa
lampau disaat saya ditugaskan salah satu koran terkemuka di Merangin untuk mengikuti
beliau ke perbatasan Desa Air liki dan Ngaol menggunakan tempek atau perahu, bahkan
ketika menjemput Nalim di Bandara Sultan Thaha Jambi saat Merangin berhasil
meraih piala Adipura. Kala itu Nalim sudah sering memanggil nama saya.
Perbincangan kami seru. Tiap bidang
tidak lupa kami diskusikan. Bahkan bidang politik yang mulai hangat belakangan
ini soal kebenaran niatnya ikut kembali pada ajang Pemilihan Bupati.
Menjawab pertanyaan kami, Nalim
menjawabnya secara diplomatis bahwa pemilihan kepala daerah masih lama.
‘’Pilkadanya masih lama kan, yang
jelas sekarang ini berbuat hal yang positif untuk masyarakat,” tuturnya.
Waktu berlalu juga, rasanya ingin
berlama-lama dengan Nalim. Tapi karena tugas maka niat itu dikuburkan. Nalim
pamit kepada kami, menyesuaikan agendanya selama di Merangin. Kamipun pulang.
Dini hari kami kembali, sesekali lampu
sorot kendaraan lain menyilaukan mata. Diperjalanan, kami kembali membicarakan
Nalim, mereka-reka apa yang akan dilakukan Nalim jika isu yang beredar di
masyarakat itu benar bahwa dirinya siap maju menjadi orang nomor satu di
Merangin. Menganalisa siapa saja pasangan yang cocok maupun pasangan lawan yang
bisa menyaingi persaingan Pikada kelak. Dalam percakapan itu saya sempat
tertidur, letih. (topan)