Ragil menuding kesemrawutan proses penyaluran BLT telah terjadi sejak awal pendataan. Yang mana Pemdes tidak melakukan pendataan turun langsung ke masyarakat untuk memastikan kelayakan calon penerima BLT. Ironisnya, Kades mengakui hal tersebut.
‘’Setahu saya dalam peraturannya perangkat desa yang diketuai oleh Kades harus membentuk tim khusus melakukan pendataan masyarakat calon penerima BLT. Namun saat hari pembagian (penyaluran) BLT saya sendiri menanyakan kepada Kades di Balai Desa apakah mereka membentuk tim turun langsung ke masyarakat mendata kelayakan (pemenuhan kriteria) calon penerima BLT, jawaban Kades tidak pernah. Saat menanyakan itu saya melengkapi diri memanfaatkan media facebook dengan fitur siaran langsung,” terang Ragil.
‘’Itu sama saja istilahnya ‘tembak diatas kudo’,” tambahnya.
Menurut Ragil, efek tidak dilakukan pendataan itu adalah kesemrawutan saat proses pembagian BLT. Dan itu terbukti.
‘’Merasa ada persoalan, saya bersama rekan-rekan berinisiatif membentuk tim internal. Tujuan kami sebenarnya ingin meluruskan apabila benar-berar terjadi kekeliruan dalam proses penyaluran BLT. Saat melakukan investigasi kami menemukan nama orang yang tertera dalam daftar penerima BLT namun yang bersangkutan tidak menerima uangnya,” kata Ragil.
Diungkapkannya, begitu ditemukan kejanggalan tim langsung menuju rumah warga yang bersangkutan. Saat tiba di rumah warga langsung menelpon Kades. Kala itu kades menjawab telah terjadi perubahan data ketika pencairan yang mana bila ada orang yang terdaftar namun tidak dapat BLT berarti orang tersebut tidak layak menerima. Yang sah adalah sesuai di data perubahan.
‘’Setahu saya data yang dikirim Pemdes ke Kabupaten melalui Kecamatan seharusnya telah diverifikasi. Sehingga pihak kabupaten berani mengeluarkan izin pencairan BLT. Tidak tahunya saat hari pembagian itu pula terjadi perubahan data di tingkat desa. Ini kan jadi aneh. Bila mau merubah data ya harus laporan lagi ke atas (kabupaten),” ujarnya.
‘’Itulah gunanya tim relawan covid yang mendata masyarakat untuk di usulkan namanya harus di adakan musyawarah desa ( musdes ) khusus. Data diverifikasi di desa lalu dikirim ke Kabupaten melalui kecamatan. Setelah disetujui data itulah yang harusnya diberlakukan. Bila ternyata ada lagi perubahan artinya sebelum itu tidak ada verifikasi di desa,” kesal Ragil.
Sementara itu Kepada Desa Tuo, Sarjani belum bisa dikonfirmasi. Beberapa kali media ini menghubungi baik melalui handphone maupun aplikasi WA namun tidak ditanggapi. (*)
Reporter : GondoIrawan
Redaktur : TopanBohemia