Merangin
| fokusinfo.com : Mungkin bagi sebagian masyarakat pernah mengetahui kasus yang
menimpa Kepala Desa Biuku Tanjung, Pandri Sunarto pada April lalu. Yang mana
kala itu Kades dituduh melakukan perbuatan asusila bersama seorang wanita. Tidak
sedikit media massa menerbitkan berita itu, hingga lahirlah putusan adat bahwa
Kades dinyatakan bersalah dan harus membayar sejumlah denda adat.
Belakangan,
rupanya Pandri Sunarto tidak tinggal diam. Dirinya merasa tidak ada keadilan
dalam sidang tersebut sehingga memutuskan menggugat pihak lembaga adat ke
Pengadilan Negeri Bangko.
Abu
Djaelani, S.Sy kuasa hukum Pandri Sunarto kepada media ini menjelaskan pokok permasalahan
adalah tergugat dalam hal ini Lembaga Adat (LA) Desa Biuku Tanjung dan LA Kecamatan
Bangko Barat telah mengeluarkan surat keputusan yang merugikan penggugat dalam
hal ini Kades Biuku Tanjung bernama Pandri Sunarto.
‘’Dalam
perkara ini klien kami bernama Pandri Sunarto yang menjabat sebagai Kepala Desa
Biuku Tanjung mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap dua pihak
yaitu LA Desa Biuku Tanjung dan LA Kecamatan Bangko Barat,” kata Abu.
Diterangkan
Abu, kasus berawal ketika penggugat dituduh telah melakukan perbuatan asusila
dengan seorang bernama Azila pada Senin 18 April 2022. Yang mana saat itu
penggugat hanya ngobrol diatas kendaraan roda dua di jalan Desa Biuku Tanjung. Lalu
tiba-tiba datang dua orang warga yang langsung menuduh penggugat dan Azila berbuat
asusila.
Pada
Tanggal 20 April 2022 penggugat disidangkan oleh LA di Desa Biuku Tanjung tanpa
mempertimbangkan penjelasan dan pembelaan dari penggugat dan seorang bernama Azila.
‘’Karena
pembelaan Klien kami tidak digubris oleh LA Desa Biuku Tanjung maka klien kami
mengajukan Banding ke Lembaga Adat Kecamatan. Apalagi ketika sidang itu pihak LA
Biuku Tanjung mengeluarkan suatu keputusan yang dianggap sangat merugikan
seperti mengenakan sanksi yaitu harus membayar beras 20 gantang, kambing 1 ekor
usia aqiqah beserta selemak semanisnya, melakukan permintaan maaf kepada warga
secara terbuka, dan melakukan tobat kepada Tuhan. Padahal dalam persidangan tidak
dapat memberikan rasa keadilan bagi klien kami,” terang Abu.
Masih
dikatakan Abu, pada tanggal 14 Mei Pandri Sunarto mengajukan banding atas
putusan LA Biuku Tanjung ke LA Kecamatan Bangko Barat. Lalu pada Tanggal 30 Mei
Pandri Sunarto menghadiri sidang adat yang dilakukan oleh LA Kecamatan bertempat
di aula kantor Camat Bangko Barat. Bukannya mendapatkan keadilan ataupun
didengar pembelaannya, pada sidang adat itu LA Kecamatan mengeluarkan surat
putusan yang menyebut Pandri Sunarto dan Azila telah melakukan pelanggaran adat.
‘’Mereka
mengeluarkan surat keputusan bahwa Klien kami dan seorang bernama Azila itu
bersalah. Sementara saksi saksi yang klaim melihat langsung peristiwa itu,
tidak dihadirkan didalam sidang untuk didengar kesaksiannya. Dan lagi pembelaan
klien kami dan Azila juga tidak digubris oleh LA Kecamatan,” tutur Abu.
‘’Dengan
dikeluarkannya surat keputusan itu tentu merugikan kepentingan dan kinerja
klien kami dalam roda pemerintahan desa Biuku Tanjung. Dan putusan tersebut juga akan berdampak
sampai pada proses pemberhentian klien kami selaku Kepala Desa,” tegas Abu.
‘’Kami
merasa putusan LA Biuku Tanjung dan LA Kecamatan Bangko Barat cacat hukum,
bertentangan dengan norma-norma dan peraturan peraturan yang berlaku di Republik
Indonesia. Kita minta majelis hakim agar membatalkan putusan adat tersebut sampai
adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dan lagi Putusan LA Biuku Tanjung
dan LA Kecamatan Bangko Barat itu tidak termasuk dalam putusan pejabat negara,”
tutup Abu. (*)
Reporter
| Redaktur : TopanBohemian